Tag: Dialami

Dialami Sri Mulyani, Apakah ISPA Melulu Bikin Serak-Hilang Suara?


Jakarta

Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara serak, bahkan sempat kesulitan berbicara dalam rapat Komisi XI DPR RI hari Kamis (31/8/2023). Ia menyebut, kondisinya itu terjadi lantaran dirinya tengah mengidap infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA.

“Suara saya masih belum pak, belum bisa ngomong. Tadi pengin bicara tapi nggak bisa pak,” ujarnya kepada pimpinan rapat. Imbas kondisinya itu, ia meminta Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menggantikannya untuk memaparkan bahan rapat.

“Mohon maaf, ISPA,” sambungnya.

Dihubungi secara terpisah, dokter spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP menjelaskan suara serak memang merupakan salah satu gejala ISPA. Namun tidak selalu ISPA memicu gejala berupa suara serak, melainkan bergantung pada letak infeksinya.

“Iya betul, jadi gejala ISPA itu mulai dari pilek, batuk, sakit tenggorokan. Sakit tenggorokan berarti suaranya, pita suaranya ada di tenggorokan,” ujarnya saat dihubungi detikcom, Kamis (31/8).

“Ada yang muncul ada yang nggak tergantung infeksinya masuknya di mana. Kalau peradangannya ada di pita suara dia akan serak, tapi kalau nggak ada di pita suaranya nggak serak, cuma sakit tenggorokan aja,” imbuh dr Erlang.

Lebih lanjut, ia menuturkan ISPA yang tidak terlalu parah akan membaik dengan sendirinya dalam waktu tiga sampai lima hari.

“Biasanya sekitar 3-5 hari, paling lambat 2 minggu itu udah reduce ISPA-nya. Kalau suara seraknya bisa lebih cepat, semingguan juga udah nggak lagi, tergantung ISPA-nya berat atau nggak,” pungkasnya.

Simak Video “740 Faskes di Jabodetabek Siap Siaga Atasi Kasus ISPA Imbas Polusi Udara
[Gambas:Video 20detik]
(ath/vyp)

Mengenal Diastasis Recti yang Dialami Fairuz Arafiq Pasca Hamil 4 Kali


Jakarta

Belakangan ini aktris Fairuz A. Rafiq mengunggah foto kolase yang menunjukkan dirinya saat anak ketiganya berusia 6 bulan dan dirinya di bulan agustus ini. Dari foto tersebut dapat terlihat perbedaan yang cukup signifikan.

Dia mengaku mengalami kenaikan berat badan setelah melahirkan bahkan semakin membesar saat menyusui. Tak hanya itu, Fairuz juga memiliki masalah diastasis recti dan doming setelah 4 kali hamil dan 3 kali melahirkan secara caesar.

“Aku tipe setiap abis lahiran badannya langsung membesar makin besar lagi pas nyusuin, yang pernah nyusuin pasti tahu rasanya laperrrr bgt kalau abis nyusuin anak. Belum lagi masalah perutku diastasis recti dan doming biasa terjadi after lahiran,” curhat Fairuz dalam unggahan di Instagram @fairuzarafiq (25/8/2023).

Fairuz pun memberikan semangat kepada para ibu yang berjuang menghadapi diastasis recti dan doming. Menurutnya, masalah ini perlu perjuangan panjang yang harus dinikmati dan disyukuri saja. Lalu, bagi para ibu yang mengalaminya pasti bisa kembali seperti semula selama berusaha dan yakin pada diri sendiri.

Sebenarnya, apa itu diastasis recti?

Setelah melahirkan umumnya perut akan kembali mengecil dalam waktu 6-8 minggu. Namun, tak sedikit yang kondisi perutnya tak kunjung mengecil meski telah melahirkan beberapa minggu.

Inilah yang disebut dengan diastasis recti. Dikutip dari Parents, diastasis recti merupakan sebuah kondisi saat sisi kanan dan sisi kiri otot perut mengalami pemisahan. Akibatnya, kondisi perut akan terlihat membuncit.

Kondisi ini disebabkan karena otot di sekitar perut menjadi lebih tipis dan melebar karena pertumbuhan bayi saat di dalam kandungan. Umumnya otot yang terpisah akan kembali normal beberapa saat tetapi dalam beberapa kasus diperlukan penanganan yang lebih ekstra.

LANJUTKAN MEMBACA DI SINI

Simak Video “Kenapa Hidung Saya Membesar saat Hamil?
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Viral Dialami Pria DKI gegara Rokok, Bisa Sefatal Ini Efek Efusi Pleura


Jakarta

Pria bernama Fikri Maulana (21) baru-baru ini viral setelah membagikan foto x ray organ paru-parunya yang dipenuhi cairan. Adapun kondisi tersebut diakuinya terjadi karena keseringan merokok dan nge-vape.

“Jangan rokok. Gue dulu sempat perokok aktif yang sehari bisa habis 1-2 bungkus dan ngevape, awalnya emang ga kerasa apa apa, padahal di dalamnya paru-paru sudah kayak gitu. Pasca sembuh, benar-benar nggak mau merokok lagi, ternyata ada hal yang bisa ngegantiin rokok, seperti mencari kesibukan lain,” tulis Fikri dalam keterangan unggahannya, dikutip detikcom atas izin yang bersangkutan.

Fikri mengungkapkan, kondisi yang dialaminya itu disebut efusi pleura atau cairan di lapisan paru-paru. Selain itu, dirinya juga mengidap tuberkulosis (TBC) yang harus menjalani pengobatan selama sembilan bulan tanpa henti.

Spesialis paru dari RS Persahabatan dr Agus Dwi Susanto, SpP mengatakan, efusi pleura adalah cairan dalam jumlah tak normal di dalam rongga pleura atau rongga antara paru-paru dan dinding dada. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh sejumlah penyakit, termasuk infeksi, kanker, atau penyebab lainnya.

Apabila tak diobati, efusi pleura bisa menimbulkan keluhan sesak napas dan berisiko kematian jika cairannya berlebihan di dalam rongga tersebut.

“kalo cairannya berlebihan (masif) yang menyebabkan seseorang sesak napas sampai gagal napas,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (22/8).

“Rokok umumnya bukan penyebab langsung, tapi bisa menyebabkan penyakit seperti infeksi atau kanker paru yang kemudian muncul efusi pleura,” sambungnya.

Senada, dokter spesialis paru sekaligus Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof dr Tjandra Y Aditama, SpP juga menyampaikan bahwa gejala efusi pleura berupa sesak napas lantaran organ paru tak berfungsi dengan baik imbas terdesak cairan. Meski begitu, ini tergantung pada seberapa banyak cairan yang ada di dalam selaput atau rongga tersebut.

Jika cairan di paru-paru berwarna kuning jernih, kemungkinan bisa menandakan TBC. Apabila warnanya kuning keruh mungkin empiema karena infeksi, sementara warna kemerahan bisa dipicu kanker paru.

“Kalau cairannya cuma 50 cc mungkin belum ada (gejalanya). Tapi kalau sudah 100, 200, 300, 500 cc, maka parunya sangat besar dan napasnya menjadi sesak,” imbuhnya saat dihubungi detikcom, Selasa (22/8).

Ia juga menegaskan bahwa rokok bukanlah penyebab langsung efusi pleura atau cairan di paru-paru. Namun merokok dapat memicu terjadinya berbagai penyakit di paru, salah satunya TBC. Penyakit tersebut bisa saja dapat menimbulkan efusi pleura atau cairan di paru-paru.

Simak Video “Menkes Budi Sebut Indonesia Peringkat 2 Penderita TBC Terbanyak di Dunia
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)

Yang Dialami Tubuh jika Keracunan Air, Picu Wanita Tewas Usai Tenggak 2 Liter Air

Jakarta

Seorang wanita di Indiana, Amerika Serikat, bernama Ashley Summers meninggal dunia setelah menenggak 2 liter air putih dalam waktu singkat 20 menit. Awalnya, merasa amat haus sehingga terburu-buru minum air. Namun kemudian, ia pingsan dan tidak pernah sadar kembali.

Awal mulanya, Summers menghabiskan hari santainya di Danau Freeman di Indiana. Di perjalanan, ia merasa pusing dan sakit kepala sampai-sampai meminum air dalam jumlah normal pun tak kunjung menghilangkan hausnya.

Dalam 20 menit, ia meminum 1,9 liter air atau setara sekitar delapan gelas. Setibanya di rumah, pingsan di garasi. Dia tidak pernah sadar kembali. Dokter di Indiana University Health Arnett Hospital menjelaskan Summers mengalami hiponatremia.

Wanita tersebut mengalami kondisi keracunan air (toksisitas air), yakni kondisi yang bakal muncul ketika seseorang minum terlalu banyak air dalam waktu singkat. Kondisi ini juga bisa terjadi ketika ginjal menahan terlalu banyak air karena ada masalah kesehatan tertentu yang mendasarinya.

Dikutip dari Medical News Today, overhidrasi dapat merusak fungsi otak dengan meningkatkan jumlah air dalam darah. Imbasnya, kadar natrium turun sangat rendah atau disebut sebagai hiponatremia. Dalam kasus ekstrem, kondisi ini menyebabkan cairan sel luar masuk ke dalam sel dan menyebabkan pembekakan di otak. Kondisi inilah yang bisa berakibat fatal hingga menyebabkan kematian.

Pada kasus yang lebih jarang, kondisi keracunan air terjadi akibat overhidrasi ketika seseorang berolahraga atau berada di cuaca yang amat panas.

Gejala Keracunan Air

Keracunan air dapat menyebabkan gejala berupa sakit kepala, mual, muntah dan, dalam kasus ekstrim, mengantuk, kram otot atau kelelahan, penglihatan ganda, tekanan darah tinggi, kebingungan atau kesulitan bernapas.

Pada kasus yang lebih serius, bisa juga terjadi disfungsi saraf pusat, kejang, kerusakan otak, koma, atau kematian. Jika sudah terjadi seperti ini, apalagi dibarengi pembengkakan otak yang fatal, penanganan medis secepat mungkin amat diperlukan.

NEXT: Normalnya, berapa banyak yang diperlukan?