Tag: Kasus

Waka MPR Dorong Semua Pihak Antisipasi Naiknya Kasus Demensia & Alzheimer


Jakarta

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong langkah antisipasi dan kebijakan untuk mencegah ancaman Demensia dan Alzheimer di Indonesia. Ia pun meminta masyarakat untuk memahami kedua kondisi tersebut dan menerapkan hidup sehat untuk menghindarinya.

“Usia produktif yang lebih mendominasi mesti berimbang dengan penduduk lansia yang sungguh ‘berbahagia’ di masa tua. Karena penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 40 persen kasus Demensia dan Alzheimer dapat dihindari atau ditunda dengan gaya hidup sehat,” kata Lestari dalam keterangannya, Rabu (13/9/2023).

Diketahui dari data BPS, jumlah penduduk lansia meningkat dari 18 juta jiwa (7,6 persen) pada 2010 menjadi 27 juta jiwa (10 persen) pada 2020. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat menjadi 40 juta jiwa (13,8 persen) pada 2035.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Meningkatnya harapan hidup manusia dapat diasumsikan sebagai catatan positif dalam geliat pembangunan dan sistem kesehatan nasional. Meskipun, terdapat sejumlah pekerjaan rumah dalam bidang kesehatan terkait penyakit menular dan tidak menular,” ujar Rerie, sapaan Lestari dalam diskusi daring ‘Menangkal Ancaman Demensia dan Alzheimer di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar hari ini.

Rerie pun mengulas data World Alzheimer Report tahun 2019 yang menyebut sekitar 1,8 juta orang di Indonesia menderita Demensia. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 7,5 juta pada 2050 akibat populasi yang semakin lanjut usia. Sementara secara global, mengutip dari WHO, jumlah penderita Demensia akan meningkat 40 persen menjadi 78 juta jiwa pada tahun 2030.

“Sebetulnya gejala-gejala Demensia itu bisa diidentifikasi sejak awal. Kalau kita memiliki data yang terverifikasi dan bisa dilakukan identifikasi. Kami meyakini bahwa angka yang disebut jauh lebih kecil dari angka yang sesungguhnya,” ujar Rerie.

Dikutip dari situs Alzheimer Indonesia (alzi.or.id), Demensia adalah kumpulan gejala penurunan progresif fungsi kognitif otak diantaranya gangguan daya ingat, gangguan berpikir, komunikasi, kemampuan pengambilan keputusan, mengendalikan emosi, dan fungsi otak lainnya. Demensia juga dapat disertai dengan gangguan perilaku dan kepribadian yang pada akhirnya mengganggu aktivitas sehari- hari.

Sementara itu, Demensia Alzheimer adalah jenis Demensia yang paling umum ditemui di masyarakat. Ini merupakan penyakit degeneratif sel saraf yang bersifat progresif perlahan. Rerie melanjutkan kondisi pikun yang dianggap normal oleh masyarakat merupakan bagian dari gejala Demensia.

“Pada umumnya, kita terbiasa dengan kata pikun atau kepikunan dan menganggapnya normal bagi mereka yang telah mencapai usia lanjut. Padahal, kepikunan bukanlah bagian normal dari penuaan, melainkan merupakan bagian dari gejala Demensia,” lanjut Rerie.

Menyambut bonus demografi tahun 2045, di mana penduduk usia produktif akan lebih banyak dibanding usia tidak produktif, Rerie mengajak seluruh pihak untuk membangun kebijakan terkait pencegahan ancaman Demensia dan Alzheimer di Indonesia.

Legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kabupaten Kudus, Jepara, dan Demak) ini mengatakan usia produktif merupakan modal dasar untuk membangun negara. Disamping itu, usia produktif juga harus diimbangi dengan penduduk lansia yang berbahagia di masa tua.

“Penduduk lansia yang berbahagia akan membuat keluarganya yang berusia produktif bisa lebih memaksimalkan diri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari,” tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.

Lebih lanjut, Rerie mengajak seluruh pihak untuk mendukung aksi membantu orang dengan Demensia, care giver, dan keluarga lintas generasi untuk sama-sama mendukung perawatan Demensia di Indonesia.

“Karena pada kenyataannya, orang dengan Demensia dan Alzheimer kebanyakan berasal dari negara berpenghasilan rendah dan menengah dan antara daerah perkotaan dan perdesaan. Kehadiran negara merupakan realisasi perlindungan konkret dalam kehidupan berbangsa,” pungkas Rerie.

Sebagai informasi, diskusi tersebut menghadirkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti, Asisten Deputi BPJS Kesehatan Muhammad Cucu Zakaria, dan Ketua Umum Ikatan Dokter Saraf Indonesia Dodik Tugasworo sebagai narasumber. Adapun yang memoderatori diskusi yakni Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Anggiasari Puji Aryatie.

Selain itu, hadir pula sebagai penanggap Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi dan Pendiri Alzheimer Indonesia, Direktur Regional Alzheimer’s Disease International (ADI) wilayah Asia Pasifik, DY Suharya. Diskusi kemudian ditutup wartawan senior, Saur Hutabarat.

Simak Video “Mengenal Demensia Frontotemporal yang Diidap Bruce Willis
[Gambas:Video 20detik]
(akn/ega)

Muncul Varian Pirola Paling Bermutasi, Kasus COVID-19 Bisa ‘Ngegas’ Lagi?


Jakarta

Varian COVID BA.2.86 atau yang disebut ‘Pirola’ telah terdeteksi di Swiss dan Afrika Selatan, menyusul temuan di Israel, Denmark, Amerika Serikat, dan Inggris. Varian ini disoroti oleh pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lantaran diyakini menjadi yang paling bermutasi di antara varian-varian Corona lainnya.

Cabang varian Omicron satu ini membawa lebih dari 35 mutasi pada bagian-bagian penting virus, dibandingkan varian XBB.1.5 yang menjadi varian dominan sepanjang 2023. Jumlah ini diperkirakan setara dengan varian Omicron yang menyebabkan rekor kasus infeksi dibandingkan varian-varian Corona yang telah merebak lebih dulu.

Kasus COVID-19 dengan infeksi varian BA.2.86 pertama kali ditemukan di Denmark pada 24 Juli. Menyusul itu, sejumlah ilmuwan di dunia meyakini bahwa varian Corona satu ini perlu dipantau.

Walau memang mereka meyakini, varian ini tidak akan menyebabkan gelombang COVID-19 dengan gejala berat dan risiko kematian yang tinggi. Sebab, kekebalan masyarakat di dunia sudah terbangun dari vaksinasi dan infeksi alamiah virus Corona.

“Jumlahnya masih rendah,” beber pimpinan teknis COVID-19 di WHO Maria Van Kerkhove dalam wawancara pertamanya mengenai BA.2.86 dikutip dari Reuters, Jumat (25/8/2023).

Lebih lanjut ia menyebut, lantaran pengawasan terkait COVID-19 di seluruh dunia telah menurun, varian Corona ini sebenarnya sudah menyebar lebih luas.

Seiring itu, para ilmuwan kini tengah menguji seberapa ampuh vaksin COVID-19 yang telah diperbarui bekerja melawan varian Corona BA.2.86. Kerkhove menyoroti, vaksin COVID-19 bekerja lebih baik dalam mencegah penyakit parah dan gejala berat serta risiko kematian, dibandingkan menekan risiko infeksi ulang pada orang yang sudah pernah terpapar virus Corona sebelumnya.

Simak Video “Jepang Turunkan Klasifikasi Covid-19 Jadi Setara Flu Biasa
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Kena Semprit! RSCM-RS Hasan Sadikin Wajib Tuntaskan Kasus Bullying dalam 3 Hari


Jakarta

Dari 44 laporan perundungan di lingkup rumah sakit pendidikan yang dinaungi Kementerian Kesehatan RI, tiga di antaranya terjadi di RS Hasan Sadikin Bandung, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), hingga RSUP Adam Malik.

Setelah dilakukan investigasi, Kemenkes RI melayangkan surat teguran kepada jajaran direksi ketiga RS tersebut. Sanksinya tak main-main, bila didapati kembali kasus perundungan di masa mendatang, pihaknya akan mencabut wewenang RS sebagai RS pendidikan.

Surat teguran yang diberikan Kemenkes RI kepada 3 RS ini, juga harus ditindaklanjuti maksimal dalam tiga hari.

“Dalam surat teguran tersebut, diminta Dirut untuk memberikan surat teguran kepada stakeholder terkait, ini saya berharap dapat diselesaikan oleh teman-teman dirut dalam 3 hari,” jelas Inspektur Jenderal Kemenkes drg Murti Utami dalam konferensi pers Kamis (17/8/2023).

“Sehingga apabila dalam 3 hari ini belum juga diterbitkan surat teguran di lingkungan RS tersebut oleh bapak ibu direksi dirut, ini diberlakukan langkah-langkah lanjutan sehingga betul-betul ini kita lakukan serius jangan sampai terjadi lagi, sampai kapanpun harus kita setop bullying,” lanjut dia.

Dalam kesempatan serupa, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dr Azhar Jaya berharap pemberian teguran ini merupakan tindakan terakhir. Artinya, ke depan, pihak direksi RS terkait memastikan kasus bullying tidak kembali ditemukan atau ‘zero case’.

“Kemenkes akan terus melakukan monitoring tindak lanjut kepada RS yang sudah kami layangkan ke pimpinan RS terkait, kami ingin RS-RS yang sudah kami berikan surat, tidak terjadi lagi (bullying),” pesan dia.

Sementara drg Murti sudah mengusulkan agar pihak RS membuat ketentuan transparan selama pendidikan. Misalnya, terkait jam jaga yang banyak dikeluhkan.

“Ini saya udah rekomendasikan ke teman-teman RS agar dibuat sebuah sistem, dalam bentuk aplikasi sehingga absennya sacra digital, bisa transparan sehingga semua orang bisa mengetahui jam jaganya dalam satu minggu, requirementnya, sudah terpenuhi atau tidak,” pungkas dia.

Simak Video “Soal Aksi Bullying Dokter, Ketum PB IDI Akan Bertindak Tegas
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

3 Fakta di Balik Estimasi Kasus Ginjal Kronis Singapura Tembus 300 Ribu!


Jakarta

Kasus gagal ginjal di Singapura mengalami kenaikan yang sangat signifikan. National Kidney Foundation (NKF) melaporkan saat ini sudah ada 9.000 orang yang teridentifikasi mengidap gagal ginjal.

Namun NKF mengungkap fakta yang lebih mengejutkan. Mereka mengestimasi kalau sebenarnya terdapat lebih dari 300.000 warga Singapura dengan penyakit ginjal kronis yang berpotensi mengalami gagal ginjal.

Berikut fakta-fakta tentang kasus gagal ginjal yang terjadi di Singapura.

1. Kasusnya Meroket Secara Signifikan

NKF mencatat setidaknya ada tambahan enam pasien gagal ginjal setiap harinya. Direktur Medis NKF Jason Choo mengungkapkan saat ini hampir setiap tempat di fasilitas dialisis NKF terisi.

“NKF menerima sekitar 100 aplikasi baru untuk tempat dialisis setiap bulan, hampir dua kali lipat dari angka lima tahun lalu,” ujarnya.

“Jika tidak ada perubahan dalam beberapa tahun ke depan, pusat dialisis tidak akan punya tempat untuk pasien baru,” sambungnya.

2. Penyebab Kasus Gagal Ginjal di Singapura

Dikutip dari SingHealth, penyebab kasus gagal ginjal di Singapura didominasi oleh diabetes tipe 1 dan 2. Selain itu, hipertensi, peradangan, dan faktor genetik juga disebut sebagai faktor pemicu penyakit tersebut.

3. ‘Silent Killer’ alias Diam-diam Mematikan

NKF mencatat sekitar 9.000 orang terdiagnosis mengidap gagal ginjal di Singapura. Tapi mereka mengestimasi kalau sebenarnya ada lebih dari 300.000 orang yang mengidap penyakit ginjal kronis dan berpotensi mengalami gagal ginjal.

Kepala Kedokteran Ginjal dari RS Tan Tock Seng (TTSH), Yeo See Cheng, menjelaskan hal ini dikarenakan banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya mengidap penyakit ginjal.

“Untuk setiap 10 diagnosis, diperkirakan lima hingga tujuh orang tidak mengetahui kondisi mereka. Ini berarti 200.000 lebih banyak orang dapat berjalan-jalan tanpa menyadari bahwa ginjal mereka mengalami masalah. Jika dibiarkan, penyakit ginjal kronis akan berkembang menjadi gagal ginjal,” paparnya.

“Ini seperti ‘silent killer’. Karena pada tahap awal pasien tidak memiliki gejala apapun. Banyak pasien bahkan tidak menyadarinya sampai mereka berada di stadium lima, yang dikenal sebagai gagal ginjal,” sambungnya.

Simak Video “Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Minta Presiden Jokowi Turun Tangan
[Gambas:Video 20detik]
(ath/naf)

Kasus Diabetes Anak Naik 10 Tahun Terakhir, Pakar: Jumlahnya Bisa Lebih Tinggi


Jakarta

Dalam waktu 10 tahun terakhir, prevalensi diabetes melitus tipe 1 di Indonesia melonjak tujuh kali lipat, dari semula 3,88 per 100 juta penduduk di 2000, menjadi 28,19 per 100 juta penduduk di 2013. Prof Dr dr Aman Bhakti Pulungan SpA memperkirakan jumlahnya jauh lebih tinggi, terlebih selama ini banyak pasien anak tidak terdiagnosis diabetes.

“Hidup dengan DMT1 tidaklah mudah dan memerlukan lebih dari sekadar dukungan medis. Pengelolaan DMT1 yang tepat memerlukan pemantauan kadar gula darah secara mandiri dan pemahaman yang komprehensif tentang kondisi tersebut,” terang Changing Diabetes in Children (CDiC) Lead untuk Indonesia tersebut, melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom Sabtu (22/7/2023).

Angka tersebut menurutnya dilaporkan di tengah keterbatasan pengelolaan kasus diabetes melitus tipe 1 di Indonesia. Karenanya, Prof Aman menyoroti perlunya pendampingan yang baik pada pasien, utamanya mereka yang sudah berada di fase kronis.

“Masih ada keterbatasan dalam pengelolaan DMT1 di Indonesia, tetapi tidak boleh ada seorang anak pun meninggal akibat diabetes (no child should die from diabetes). Oleh karena itu, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien maupun caregiver adalah cara terbaik untuk mencegah komplikasi akut dan kronis,” pesan dia.

Terpisah, Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Harbuwono sebelumnya sempat mengungkap ‘biang kerok’ di balik angka diabetes terus meningkat. Bahkan, perkiraan prevalensinya secara umum menyentuh 12 persen di 2023.

Ada dua faktor yakni genetik dan non genetik atau lingkungan. Faktor genetik menurutnya tidak bisa dihindari lantaran beriringan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk.

“Sehingga kemungkinan diabetes karena model perkawinan yang membawa gen diabetes itu muncul,” ucap Dante.

Sementara faktor non-genetik penyebab diabetes, seperti kebiasaan, lifestyle yang buruk, maupun pola hidup menurut Dante, juga berkontribusi dengan angka tren peningkatan diabetes di Indonesia.

“Kita sudah melakukan intervensi terhadap beberapa hal yang meningkat seperti diabetes tersebut, mungkin angkanya akan jauh lebih tinggi lagi kalau kita tidak melakukan intervensi. Tetapi yang kita tidak bisa hindari adalah faktor genetik. Nah ini penting, untuk kanker juga begitu,” pungkasnya.

Simak Video “Waspada Diabetes pada Anak
[Gambas:Video 20detik]
(naf/suc)

Kasus Obesitas RI Melonjak dalam 10 Tahun Terakhir


Jakarta

Kasus obesitas di Indonesia ternyata melonjak dalam kurun 10 tahun terakhir. Dibandingkan data 2007 di 19,5 persen, Riskesdas 2018 mencatat prevalensi kasus obesitas mencapai 21,8 persen di 2018.

Kemenkes menyebut sedikitnya ada dua faktor yang melatarbelakangi pemicu obesitas semakin tinggi, salah satunya berkaitan dengan berkurangnya aktivitas fisik di daerah urban minim ruang publik untuk berolahraga.

Belum lagi, sarana modern teknologi tinggi menjadi alasan banyak remaja mulai tidak aktif bergerak, terutama mereka yang berada di perkotaan. Padahal, obesitas bisa memicu beragam komplikasi.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti, obesitas berkontribusi pada penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular yakni 5,87 persen dari total kasus. Ini juga berpengaruh pada angka kasus diabetes dan ginjal yakni 1,84 persen dari total kasus kematian.

Pemerintah berupaya agar prevalensi kasus tetap berada di 21,8 persen pada 2024. Eva menyebut masyarakat juga perlu andil dalam memahami risiko atau fatalnya obesitas.

“Rencana aksi nasional perlu dibangun untuk mengambil tindakan proaktif dan berbasis bukti guna mencegah dan mengatasi obesitas,” bebernya, dikutip dari Antara.

Belakangan ada tiga laporan kasus yang disorot terkait obesitas. Selain Muhammad Fajri berbobot 300 kg yang meninggal dunia, ada dua kasus lain yakni pria di Tangerang berinisial (CR) berbobot 200 kg dan remaja di Jakarta Timur dengan berat 230 kg.

Simak Video “Lebih dari Separuh Populasi Dunia Diprediksi Alami Obesitas pada 2035
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)

Duh! Muncul Lagi Varian Baru COVID-19 EU.1.1, Picu Kenaikan Kasus di Eropa


Jakarta

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) kini tengah melacak beberapa varian baru COVID-19. Pada Jumat (23/6), CDC telah mengumumkan bahwa mereka menambahkan lebih banyak subvarian Omicron ke dalam daftar jenis baru yang semakin kompleks.

Di antara daftar tersebut, varian yang kini tengah dilacak oleh CDC adalah EU.1.1. Subvarian Omicron ini pertama kali ditunjuk oleh para ilmuwan awal tahun ini karena kenaikannya yang cepat di beberapa negara Eropa.

CDC memperkirakan bahwa EU.1.1 sudah menyumbang sekitar 1,7 persen dari kasus AS secara nasional. Namun mungkin telah mencapai sebanyak 8,7 persen kasus di wilayah yang mencakup Colorado, Montana, Dakota Utara, Dakota Selatan, Utah, dan Wyoming.

Rajendram Rajnarayanan, PhD, dari New York Institute of Technology dan Arkansas State University di Jonesboro, mengatakan bahwa EU.1.1 lebih menular dibandingkan varian atau subvarian sebelumnya, seperti XBB 1.5.

“Tetapi tidak memiliki keunggulan dibandingkan yang lain, galur yang beredar sekarang,” tutur Rajnarayanan mengelola basis data varian COVID-19, dikutip dari Medpage Today.

Meskipun begitu, sampai saat ini belum diketahui lebih lanjut apakah subvarian Omicron atau varian EU.1.1 ini bakal memiliki gejala yang berbeda seperti subvarian Omicron 1.16. Mengingat Omicron 1.16 sebelumnya dilaporkan memicu gejala mata merah bagi mereka yang terinfeksi.

Hampir semua orang Amerika sekarang diperkirakan memiliki antibodi dari vaksinasi, setidaknya satu atau kombinasi keduanya. Semakin banyak rawat inap dan kematian sekarang karena infeksi ulang.

Simak Video “ IDI Minta Vaksinasi Covid-19 Tetap Jalan Meski Status Epidemi Dicabut
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)

Kasus nCoV Global Meningkat, Menkes Tekankan Jaga Kesehatan Diri Sendiri

Menyusul meningkatnya kasus akibat virus corona (2019-nCoV) di tingkat global, khususnya di Cina, Menteri Kesehatan RI dr. Terawan Agus Putranto meminta masyarakat Indonesia untuk menjaga diri sendiri dengan berperilaku hidup bersih dan sehat.

 

“Yang perlu disadari benar adalah penting untuk menjaga kesehatan sendiri karena itu pencegahan yang paling baik dan murah. Jaga kesehatan sendiri imunitas sehingga tidak akan ketularan,”katanya di gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (27/1).

 

Berperilaku hidup sehat dilakukan dengan melakukan hal sederhana seperti cuci tangan pakai sabun sebelum makan, karena berbagai jenis virus, tak terkecuali virus corona, bisa menempel pada benda yang kita pegang. Menggunakan masker, melakukan aktivitas fisik, dan segera periksa ke dokter jika mengalami gejala flu, demam, gangguan pernapasan, dan sakit tenggorokkan.

 

“Kita harus lihat bahwa yang paling penting tubuh kita harus tetap sehat, imunitas kita baik, caranya mencegah dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat),” kata Menkes Terawan.


Sementara itu Klarifikasi berita Hoax tentang Infeksi Virus Corona di kota Palembang, penjelasan Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang, dr. Hj. Letizia, M.Kes bahwa sampai saat ini kasus Pneumonia akibat Infeksi Virus Corona belum ada di Kota Palembang, tetapi kita tetap perlu waspada dan melakukan tindakan antisipasi.

Upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kota melalui Dinas Kesehatan Kota Palembang yaitu:

  1. Berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yg memiliki kewenangan pencegahan dan penanggulangan penyakit di pintu-pintu masuk negara (bandara, pelabuhan)
  2. Meneruskan surat edaran dari Kemenkes RI ke Puskesmas dan RS terkait kewaspadaan dan antisipasi kasus virus corona… termasuk kesiapan SDM dan ruang isolasi di RS
  3. Sosialisasi kasus infeksi virus Corona, bagaimana pencegahan, gejala dan apa yang dilakukan jika sakit melalui Puskesmas, media sosial, spanduk
  4. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi mengenai RS Rujukan jika ada kasus infeksi virus corona, dan sebagai RS rujukan adalah RSMH
  5. Rapat koordinasi dengan Puskesmas untuk kesiapan tim gerak cepat, jika ada kasus yg lolos dari pantauan Kantor Kesehatan Pelabuhan di pintu-pintu masuk negara di Kota Palembang
  6. Pemantauan penyakit berpotensi wabah/surveilans penyakit secara terus menerus yg dilaporkan 24 jam untuk kasus tertentu dan mingguan langsung ke sistem kewaspadaan dini dan respon Kementerian Kesehatan RI

 

Sumber : Disadur dari Kemkes & berbagai sumber

The post Kasus nCoV Global Meningkat, Menkes Tekankan Jaga Kesehatan Diri Sendiri appeared first on Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu.