Tag: Nyamuk

Komparasi Before-After Pelepasan Nyamuk Wolbachia, Dinkes Jogja Ungkap Data DBD


Jakarta

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengungkap hadirnya inovasi teknologi wolbachia sebagai pelengkap pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD), memicu penurunan kasus yang signifikan di wilayah Yogyakarta.

Berdasarkan data pada 2016-2017, Kota Yogyakarta mencatat kasus DBD lebih dari 1.700 kasus DBD. Namun setelah diterapkan teknologi wolbachia tersebut, sepanjang tahun 2023 sampai minggu lalu, kasus DBD di Kota Yogyakarta hanya tercatat 67 kasus.

Adapun penurunan kasus yang signifikan tersebut menjadi angka terendah 10 tahun terakhir sepanjang sejarah di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Upaya-upaya yang sudah dilakukan tentunya yang saat ini kita kenal bersama berupa pemberantasan sarang nyamuk dan 3M Plus, kemudian juga dengan kegiatan jumantik (juru pemantau jentik),” imbuh dr Lana Unwanah, Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit Dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dalam konferensi pers, Rabu (22/11/2023).

“Selain cara-cara yang kita kenal selama ini, penurunan kasus ini juga tidak terlepas dari intervensi yang sudah dilakukan tim UGM, kerjasama dengan kami sebagai lahan dan lokasi pelaksanaan implementasi nyamuk ber-wolbachia ini yang sudah dilakukan sejak 2016-2017,” imbuhnya lagi.

Penurunan kasus yang signifikan ini juga dapat menekan anggaran penanggulangan DBD, seperti fogging. Menurut dr Lana, pada 2016 fogging di wilayah Yogyakarta harus dilakukan lebih dari 200 kali, dan 2017 sebanyak 50 kali.

“Tetapi di tahun ini (2023) sampai minggu lalu, fogging kami lakukan cuma sembilan kali,” imbuhnya lagi.

“Sehingga anggaran yang kami siapkan untuk fogging karena ini sudah menjelang akhir tahun, kami alihkan untuk penanganan kasus penanggulangan penyakit lain. Jadi bisa dilihat bahwa ada efisiensi anggaran pemerintah daerah untuk fogging dan penanggulangan DBD,” tuturnya lagi.

Sebagai informasi, nyamuk wolbachia yang belakangan kerap disebut sebenarnya adalah nyamuk aedes aegypti yang diinfeksi dengan bakteri Wolbachia. Teknologi ini bertujuan untuk mengendalikan penularan virus Dengue, penyebab DBD.

Simak Video “Cara Kerja Nyamuk Wolbachia untuk Menekan Kasus DBD
[Gambas:Video 20detik]
(suc/up)

Muncul Narasi Nyamuk Wolbachia Berpotensi Picu Penyakit Baru, Begini Kata Peneliti


Jakarta

Ramai metode penyebaran nyamuk wolbachia disebut-sebut ampuh menurunkan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Menyusul itu, belakangan beredar narasi yang menyebut, ada kemungkinan nantinya nyamuk ini bermutasi dan justru memicu kemunculan wabah virus lain.

Pada dasarnya, metode Wolbachia ini menggunakan nyamuk aedes aegypti yang kemudian diinfeksi dengan bakteri Wolbachia. Teknologi ini bertujuan mengendalikan penularan virus Dengue, penyebab penyakit DBD.

Menanggapi narasi perihal potensi kemunculan penyakit baru akibat mutasi nyamuk, peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Adi Utarini, menyebut bahwa nyamuk-nyamuk yang memicu penyakit selama ini berbeda dengan nyamuk yang telah dimodifikasi dengan Wolbachia.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ternyata Japanese encephalitis, ini nyamuknya berbeda (Culex) dan penyakitnya juga berbeda. Tidak ada kaitannya dengan teknologi Wolbachia,” ujar Prof Ida dalam konferensi pers virtual, Senin (20/11/2023).

“Begitu pula kalau ada yang mengaitkan dengan filariasis. Wolbachia yang ada pada cacing yang menyebabkan filariasis itu berbeda jenisnya dengan Wolbachia pada nyamuk aedes aegypti. Jadi Wolbachia ini bukan hanya satu jenis, tetapi ada ribuan jenis,” imbuhnya.

Dr Riris Andono Ahmad dari Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM menyampaikan hal senada. Sembari ditegaskannya, narasi yang menyebut nyamuk wolbachia berpotensi memunculkan wabah baru adalah disinformasi.

“Disinformasi sistematik mengaitkan nyamuk bionik, penyakit lain tidak terkait sama sekali. Itu disinformasi yang sistematik. Setiap penyakit yang berbasis vektor itu memiliki vektor sendiri-sendiri, tidak bisa saling mempengaruhi,” tuturnya.

“Kalau kemudian penyakit lain disebabkan vektor nyamuk lain (selain Aedes aegypti) yaitu akan tinggi-rendahnya kejadian penyakit tersebut tidak akan dipengaruhi vektor yang bukan perantaranya,” pungkas Dr Riris.

Diketahui, wolbachia adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya. Bakteri ini memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Akibatnya, nyamuk tidak lagi menularkan virus dengue ketika menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.

Simak Video “Kata Kemenkes soal Keamanan Program Pengendalian DBD Lewat Wolbachia
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/up)

Peneliti UGM Jawab Tudingan Nyamuk Wolbachia Disebut Hasil Rekayasa Genetik


Jakarta

Heboh tudingan nyamuk wolbachia disebut hasil dari rekayasa genetika. Kabar ini mencuat setelah Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menerapkan inovasi nyamuk wolbachia untuk menurunkan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.

Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang meneliti nyamuk wolbachia pun angkat bicara. Ditegaskan efektivitas teknologi wolbachia yang telah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) di UGM bukan kategori dari rekayasa genetika.

“Bakteri wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme hasil dari modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium. Secara materi genetik baik dari nyamuk maupun bakteri wolbachia yang digunakan, identik dengan organisme yang ditemukan di alam” tegas peneliti UGM Prof dr Adi Utarini MSc, MPH, PhD, dalam keterangan resmi di laman Kemenkes, Minggu (19/11/2023).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wolbachia sendiri adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya.

Ini merupakan sifat alami dari bakteri wolbachia. Wolbachia sendiri telah ditemukan di dalam tubuh nyamuk aedes albopictus secara alami.

“Wolbachia secara alami terdapat pada lebih dari 50% serangga, dan mempunyai sifat sebagai simbion (tidak berdampak negatif) pada inangnya. Selain itu, analisis risiko yang telah dilakukan oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan” lanjut peneliti yang akrab disapa Prof Uut ini.

Pendekatan wolbachia telah terbukti mengurangi secara signifikan kejadian penyakit demam berdarah dan kebutuhan rawat inap bagi penderita penyakit tersebut. Penurunan ini tentu saja akan berdampak pada penghematan biaya yang signifikan dalam pengendalian dengue bagi negara yang menerapkannya.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, dr. Riris Andono Ahmad MPH, Ph.D menambahkan, uji coba nyamuk ber wolbachia yang sebelumnya dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2022 terbukti efektif.

“Hasilnya, di lokasi yang telah disebar wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, di samping menurunkan kebutuhan rawat inap pasien dengue di rumah sakit sebesar 86 persen,” jelas dr Riris.

Efektivitas pemanfaatan teknologi wolbachia untuk menurunkan kejadian demam berdarah juga sudah dibuktikan di 13 negara lain, yaitu di Australia, Brazil, Colombia, El Salvador, Sri Lanka, Honduras, Laos, Vietnam, Kiribati, Fiji, Vanuatu, New Caledonia, dan Meksiko.

Simak Video “Kata Kemenkes soal Keamanan Program Pengendalian DBD Lewat Wolbachia
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Hindari dan Cegah Nyamuk Aedes aegypti Berkembang biak agar terhindar dari DBD

 

Selasa, 3 Oktober 2023 – PKRS RSUD dr. Soewandhie bersama Instalasi Sanitasi mengadakan kegiatan sosialisasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk atau biasa disingkat dengan PSN. Kegiatan ini juga dibantu oleh mahasiswa magang dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Sosialisasi ini dilaksanakan di area ruang tunggu laboratorium, Lantai 1 Gedung Lama RSUD dr. M. Soewandhie. Acara berlangsung dimulai pada jam 8.00 WIB hingga pukul 9.00 WIB. Kegiatan sosialisasi dimulai dengan pemberian materi oleh Pihak PKRS lalu dilanjutkan dengan tanya jawab dengan pengunjung rumah sakit.

 Pelaksanaan PSN sangat penting, mengingat tingginya kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Berdasarkan Kemenkes RI, kasus DBD di Indonesia pada minggu ke 33 tahun 2023 berada pada angka 57.884 kasus dengan kematian 422 kasus. Penyakit DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Sumber data)

Indonesia termasuk negara tropis sehingga penyebaran virus oleh nyamuk Aedes aegypti sangat mudah terjadi. Nyamuk Aedes Aegypti mudah dibedakan dari nyamuk-nyamuk lainnya karena memiliki corak yang khas pada corak warnanya, yaitu terdapat belang putih di sekujur tubuhnya. Biasanya, nyamuk Aedes aegypti ini lebih aktif menggigit pada malam hari. Tempat berkembangbiakan dari nyamuk ini adalah tempat yang lembab, seperti genangan air yang jernih, sehingga kegiatan penyuluhan PSN diharapkan masyarakat dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(sumber gambar)

  1. PSN merupakan sebuah metode untuk pemberantasan sarang nyamuk dengan menggunakan kegiatan 3M Plus, yaitu :
    Menguras dan menyikat tempat penampungan air secara rutin
  2. Menutup rapat semua tempat penyimpanan air
  3. Memanfaatkan limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang)

(sumber gambar)

Selain 3M yang telah disebutkan tadi, terdapat juga poin Plus, terdiri dari :

  1. Menanam tanaman pengusir nyamuk
  2. Menjaga ruangan agar tidak gelap dan lembab
  3. Memelihara ikan pemakan jentik.
  4. Tidak menggantung pakaian di luar lemari
  5. Tidur menggunakan kelambu
  6. Memasang kawat kasa
  7. Mengeringkan tempat lain yang dapat menampung air hujan
  8. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
  9. Larvasida di tempat yang sulit dikuras/daerah sulit air
  10. Gotong royong membersihkan lingkungan setiap minggu