Tag: Populasi

Setengah Populasi di Dunia Berisiko Terpapar DBD, Ini Cara Pencegahannya


JakartaPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue. Penyakit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

Melansir data Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan pada Januari hingga minggu ke-36 bulan September 2022, tercatat ada 87.501 jumlah kumulatif kasus konfirmasi DBD. Dari jumlah tersebut, tercatat ada 816 kasus yang berujung kematian.

Selain itu, WHO juga menyatakan setengah dari populasi dunia saat ini juga berisiko terkena demam berdarah. Hal itu karena tercatat ada 100-400 juta manusia yang terinfeksi DBD setiap tahunnya.

Melihat hal itu, penyakit DBD harus diantisipasi. Sebab, jika telat ditangani maka bisa menyebabkan kematian. Untuk mencegah hal tersebut, melansir dari beberapa sumber, berikut adalah gejala, dan cara pencegahan penyakit DBD yang harus diketahui.

Gejala Khas DBD

Gejala awal penyakit DBD adalah demam. Namun, gejala ini kerap mengecoh banyak orang karena demamnya sama seperti apa yang diderita seseorang saat flu berat atau influenza.

Karena itu, jika Anda atau keluarga mengalami flu berat atau influenza hingga demam, waspadai dan perhatikan siklus harinya. Jika demam tidak kunjung hilang selama tiga hari, maka segera lakukan tes DBD.

Terlebih jika diikuti dengan gejala seperti sakit perut yang parah, muntah terus-menerus, pernapasan cepat, gusi atau hidung berdarah, lelah, gelisah, dan muntah darah. Gejala juga harus diperhatikan karena bisa saja muncul setelah demam pada gejala awal hilang.

Jika Anda mengalami demam dan flu berat jangan sampai abai pada gejala DBD lainnya. Karena apabila telat ditangani, DBD memiliki risiko kematian yang tinggi.

Cara Pencegahan DBD

Menurut WHO Nyamuk penyebar DBD aktif di siang hari. Karena itu perlu berbagai upaya untuk menurunkan risiko terkena demam berdarah dengan melindungi diri dari gigitan nyamuk.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Kesehatan juga menganjurkan untuk menerapkan 3M Plus, yaitu bergotong royong membersihkan lingkungan dengan menguras, menutup dan sering-sering memeriksa penampungan air.

Selain itu, untuk meminimalisir perkembangbiakan nyamuk, masyarakat juga bisa mengubur atau memanfaatkan barang-barang bekas untuk didaur ulang, dan menggunakan obat nyamuk. Salah satunya adalah obat nyamuk semprot yang bisa membunuh nyamuk seketika.

Penggunaan obat nyamuk ini juga mudah karena cukup dengan menyemprotkan ke ruangan atau lokasi yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Penggunaan obat nyamuk ini juga mampu mencegah perkembangan nyamuk DBD menjadi sangat mudah untuk dilakukan. Karena itu, yuk saatnya jaga diri dan keluarga agar tidak terkena DBD.Karena itu, yuk saatnya jaga diri dan keluarga agar tidak terkena DBD.

(adv/adv)

Populasi Menyusut, Ini Alasan Wanita Jepang Ogah Punya Anak


Jakarta

Jepang dilanda krisis populasi. Angka kelahiran di sana terus menurun, disebut gegara banyak warganya termasuk apra wanita memilih untuk tidak mempunyai anak. Hal ini memicu kekhawatiran pemerintah, termasuk Perdana Menteri Fumio Kishida yang telah menjanjikan sejumlah tindakan untuk menahan angka kelahiran yang anjlok.

Kishida sempat menyampaikan prediksinya, menyebut pada 2030 mendatang, jumlah populasi warga muda di Jepang akan punah.

“Populasi kaum muda akan mulai menurun secara drastis pada tahun 2030-an. Jangka waktu hingga saat itu adalah kesempatan terakhir kita untuk membalikkan tren penurunan kelahiran,” beber Kishida beberapa waktu lalu.

Namun sebenarnya, apa sih alasan banyak wanita di Jepang memilih untuk tidak berkeluarga dan memiliki anak? Menurut mereka, kondisi semacam apa yang diperlukan agar banyak wanita tertarik lagi untuk membesarkan anak?

The Nippon Foundation melakukan survei terhadap 10.000 wanita berusia antara 18 dan 69 tahun untuk menanyakan pendapat mereka.

Sebelumnya, Kishida menyatakan bahwa pihaknya akan menggandakan anggaran terkait upaya meningkatkan kelahiran pada awal 2030-an. Namun rupanya, hanya 20,9 persen responden setuju bahwa kenaikan anggaran perlu menjadi prioritas utama.

Lainnya, sebanyak 15,2 persen responden mengaku kenaikan anggaran tersebut tidak realistis karena situasi keuangan Jepang sedang memburuk, dan 36,3 persen responden berpendapat bahwa tindakan nyata lebih penting daripada jumlah uang yang dikeluarkan.

Mengenai cara membayar anggaran terkait anak, banyak responden menentang kebijakan kenaikan pajak. Mereka beranggapan, langkah itu hanya akan menambah beban terkait jaminan sosial.

Hanya 6 persen dari mereka yang disurvei setuju bahwa langkah-langkah pemerintah untuk melawan penurunan kelahiran akan berdampak. Di samping itu, sebanyak 33,6 persen responden mengatakan bahwa langkah-langkah itu akan berdampak kecil dan 21 persen lainnya mengatakan kebijakan pemerintah tidak akan berpengaruh sama sekali.

Simak Video “ Warga Hong Kong Lebih Pilih Punya Kucing Dibanding Bayi
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/suc)

Populasi Tikus di Paris Gila-gilaan, Bakal Ancam Kesehatan Warga?

Jakarta

Populasi tikus di Paris, Prancis, dilaporkan sudah tak terkendali. Diperkirakan ada sekitar enam juta tikus yang hidup di Paris. Sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah setempat untuk membasminya tak berhasil.

Imbas hal ini, Wali Kota Paris Anne Hidalgo baru-baru ini berencana membentuk komite untuk mempelajari apakah manusia bisa hidup berdampingan dengan tikus. Hal ini tentunya membuat masyarakat dunia terkejut lantaran Paris tak hanya dikenal sebagai kota romantis, tetapi juga memiliki bangunan-bangunan dengan arsitektur terbaik.

“Dengan panduan dari Wali Kota, kami telah memutuskan untuk membentuk sebuah komisi untuk masalah kohabitasi,” ucap Wakil Wali Kota Paris untuk Kesehatan Masyarakat, Anne Souyris, dalam rapat Dewan Kota Paris, dikutip dari RT.

Pengumuman soal kebijakan mengatasi jutaan tikus ini berbeda dengan aturan yang pernah diterapkan sebelumnya di Paris. Pada 2017, Paris sempat menggelontorkan dana US $ 1,8 juta atau setara Rp 26,7 miliar untuk memusnahkan tikus.

Pada saat itu, berbagai kebijakan anti-tikus seperti pemasangan tempat sampah kedap udara dan penggunaan racun tikus dalam skala besar di ribuan lokasi di seluruh wilayah dilakukan pemerintah kota Paris.

Apa Penyebabnya?

Adapun lonjakan populasi tikus di Paris disebut semakin memburuk setelah protes besar-besaran soal reformasi pensiun yang terjadi baru-baru ini. Sampah-sampah menumpuk akibat unjuk rasa yang berlangsung selama berhari-hari.

Menurut Souyris, komisi khusus akan menetapkan cara paling efisien bagi warga Paris dan tikus agar bisa hidup berdampingan. Namun, rencana pemerintah kota Paris itu justru menuai kritik. Beberapa pengkritik menganggap rencana itu menunjukkan bahwa pemerintah telah menyerah dalam menghadapi masalah tikus tersebut. Hidalgo pun dikecam karena dinilai mengecewakan.

“Tim Anne Hidalgo tidak pernah mengecewakan. Paris pantas mendapatkan yang lebih baik,” sindir politisi Prancis, Geoffroy Boulard, yang sering menyoroti isu perkembangbiakan tikus di Paris.

Di sisi lain, sejumlah kelompok pejuang hak hewan mendukung rencana pemerintah kota Paris. Mereka menyebut metode pengendalian tikus sebelumnya tidak efektif dan kejam.

“Metode baru ini esensial,” kata Paris Animal Zoopolis.

Berpotensi Menyebabkan Penyakit

Boulard telah meminta pemerintah kota untuk menyusun rencana yang lebih ambisius melawan perkembangbiakan tikus di ruang publik. Menurutnya, Kehadiran tikus di permukaan berbahaya bagi kualitas hidup masyarakat.

Sementara Wakil Wali Kota menyebut bahwa tikus yang dibahas bukanlah tikus hitam yang membawa wabah, melainkan jenis tikus lain yang membawa penyakit seperti leptospirosis atau penyakit bakteri.

Souyris juga menyoroti beberapa tindakan yang diambil oleh kota sebagai bagian dari rencana anti tikus tahun 2017, termasuk berinvestasi dalam ribuan tong sampah baru untuk “membuat tikus kembali ke bawah tanah”.

Souyris kemudian mengatakan di Twitter bahwa tikus Paris tidak menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang “signifikan”. Dia juga meminta Dewan Tinggi Prancis untuk Kesehatan Masyarakat mempertimbangkan perdebatan tersebut.

“Kami membutuhkan saran ilmiah, bukan siaran pers politik,” katanya.

Simak Video “5 Penyakit Intai Warga Paris jika Hidup Berdampingan dengan Tikus
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)