Jakarta –
Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat menyoroti kesenjangan antara perawat dan dokter di Indonesia. Kerap kali perawat tak dianggap berada di posisi setara dengan dokter.
Padahal dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda di antara keduanya, seharusnya tidak ada profesi yang lebih superior dari yang lain. Yang terjadi, profesi perawat kerap diposisikan tidak setara di dunia pelayanan kesehatan.
Hal ini diakui juga oleh Ketua Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) Dr Kemala Rita Wahidi. Menurutnya, kesenjangan di lapangan antara dokter dan perawat salah satunya disebabkan karena pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, sejak zaman dulu, pendidikan kedokteran sudah lebih maju dibandingkan pendidikan perawat, terutama terkait onkologi atau perawatan pasien kanker.
“Pendidikan perawat itu tidak seperti kedokteran yang memang kedokteran dari awal sudah terbentuk lulusan kedokteran itu dari SMA. Sedangkan keperawatan ini dimulai dari SMP dan seterusnya di zaman kolonial dulu. Kita menjadikan D3 aja susahnya setengah mati,” imbuhnya saat ditemui di Depok, Rabu (6/12/2023).
“Habis itu kami perawat ini lambat perkembangannya, baru 30 tahun di luar sana sudah ada, tapi baru ada di sini. Alhamdulilah tahun 1982 itu baru ada S1 di perawatan. Sementara dokter sudah berkembang, sudah ada spesialis,” lanjutnya lagi.
Rita menjelaskan, sejak dulu dokter yang melayani pasien kanker perlu mengambil pendidikan spesialis maupun subspesialis. Sementara keperawatan, saat ini baru ada pendidikan S2 untuk onkologi.
“Jadi kesenjangannya dua kali lipat, satu spesialisnya, satu sub spesialisnya. Jadi gimana kita bisa nyambung di lapangan. Nah itu yang membuat perawatnya inferior, minder, nggak mau,” imbuhnya.
“Ujung-ujungnya kualitas asuhan kita banyak yang nggak bagus pada pasien, karena nggak semua instruksi dari dokter bisa sampai pada pasien, karena ‘analisa’ dari perawat belum sama,” imbuhnya.
Karenanya, dengan mempercepat program pendidikan keperawatan subspesialis onkologi ini diharapkan untuk meminimalisir kesenjangan dokter dan perawat di Indonesia.
“Bagaimana perawat lulusan subspesialis ini bisa, analisanya, critical thinkingnya bisa sama seperti dokter spesialis onkologinya juga. Tadi kan sudah sepakat 60 persen lebih pasien datang pada stadium yang sudah lanjut,” katanya.
“Artinya, kondisi pasien sudah jelek, penatalaksanaan sangat kompleks. Yang tentunya perlu didampingi oleh perawat yang juga bisa mengikuti program yang sudah dibuat dari dokter. Sehingga kita bisa bermitra, jadi itu kondisi yang ada di lapangan dan kita berusaha untuk mengatasi kesenjangan itu dengan program ini,” katanya lagi.
Simak Video “UU Kesehatan Jamin Perlindungan Hukum untuk Nakes dan Dokter“
[Gambas:Video 20detik]
(suc/up)